Trip Bangkok, Thailand


Agustusan kemarin pasti banyak yang memanfaatkannya untuk jalan-jalan, termasuk saya. Kali ini saya memilih Thailand sebagai destinasi liburan. Tepatnya Bangkok!


Awalnya, saya ingin mampir ke Khao Yai untuk lihat bebungaan dan cottage yang penampilannya kayak di Eropa gitu. Namun, karena kendala biaya, jadilah hanya menghabiskan di Bangkok saja.
Karena hanya menghabiskan di Bangkok, jadi jalan-jalannya lebih santhai dengan tujuan utama menambah berat badan, a.k.a kulineran. Jalan-jalan kali ini bahkan jadi lebih nyaman karena dapat hibahan simcard yang isinya masih ada 2 GB dari teman saya yang baru saja pulang dari Thailand. Jadilah saya ke sana kemari lebih banyak pakai Grab daripada transportasi umum. Karena saya jalan-jalan berdua dengan teman, jadi biayanya dibagi berdua, pakai Grab ini jatuhnya beda tipis aja jika dibandingkan dengan menggunakan BTS. Soalnya tiket BTS masih bisa dibilang mahal kalau dibandingkan dengan bus.

Kalau ke Bangkok, jangan lupa cicipi mangga ketan ini ya. Sumpah enak banget. Rasa mangganya juga juara. 

Pesawat saya bukanlah pesawat direct Jakarta-Bangkok, melainkan Jakarta-Kuala Lumpur-Bangkok. Ini karena harga tiket KL-Bangkok lebih murah daripada Jakarta-Bangkok (tapi sebenarnya ada yang lebih murah sih, cuma taunya setelah beli tiket, jadi ikhlasin aja T_T). 

Tip: saya sarankan untuk membawa botol minum atau tidak membuang botol kemasan, karena bisa digunakan untuk refill. Di KLIA2 ada area untuk refill air minum, begitu pun di tempat-tempat wisata di Bangkok seperti Grand Palace dan Wat Pho. Botol minum ini sangat menolong saat jalan-jalan di tempat wisata itu, karena panasnya Bangkok bikin ingin minum terus.


HARI PERTAMA (Rabu 15 Agustus 2018)
Saya tiba di Bangkok (Don Mueng Airport) sekitar pukul 23.00 (waktu Bangkok sama dengan waktu Jakarta). Pas masuk bandara, saya rada kaget dengan bentuknya, seperti bandara Soekarno Hatta terminal 2 tempo doeloe gitu. Ini mungkin gegara abis masuk terminal 3 Soetta dan KLIA2 yang serba modern ya, jadi rada aneh pas liat penampakan bandara Don Mueng 😆.

Nah, saya menemukan keunikan pas di bagian imigrasi. Di sini ternyata imigrasinya dibagi jadi beberapa kategori pemegang paspor: ASEAN, China, dan foreigner selain 2 kategori tadi. Karena saya pemegang paspor Indonesia, jadilah masuk antrean ASEAN. FYI, sebelum masuk antrean, jangan lupa untuk isi form kedatangan, ya. Form ini sudah dibagikan saat di pesawat, tapi klo kehilangan bisa minta ke petugas di bandara. Kalau ada yang pernah ke Singapura, isian form-nya mirip-mirip dengan form dari Singapura itu. Selepas dari imigrasi, petugas imigrasi pasti nyisipin sobekan form yang kita isi tadi. Itu jangan sampai hilang ya, karena nanti akan diminta pas di imigrasi saat kita pulang.

Selesai urusan imigrasi, waktu menunjukkan pukul 23.30. Sebenarnya, bus menuju kota Bangkok masih ada sampai pukul 24.00, tapi karena sudah malam, saya memutuskan untuk pesan Grab Car saja. Soalnya sampai di Bangkok pasti mesti pakai Grab lagi karena angkotnya sudah tidak beroperasi (angkutan umum hanya beroperasi sampai pukul 24.00 saja), jadi daripada repot mending langsung saja pakai Grab dari bandara. Berdasarkan searching pas di Jakarta, katanya kalau pesan Grab itu dari exit 5 dan 6, sedangkan kalau pakai taksi resmi keluar dari exit 8 dan bus bisa dari exit 5. Saya pun pesan sesuai petunjuk itu. Keluar dari exit 6, ternyata setiap pintu exit-nya itu satu garis lurus, sebelah-sebelahan. Padahal saya mikirnya itu bakal keluar di tempat-tempat yang berbeda, satu di utara, satu di barat, dan lainnya. Hahhaha 😂😂.

Dari bandara, saya langsung menuju hostel. Namanya Eco House di Rama 6. Saat baca review, memang dikatakan rada sulit untuk menemukan hostel ini untuk pertama kalinya. Dan itulah yang terjadi. Driver saya sudah pakai Waze untuk mengarahkan, tetapi sepertinya si Waze bingung sehingga mengarahkan belokan yang salah. Seharusnya 2 gang lagi baru kita belok. Beruntung supirnya baik dan ada warga sekitar yang membantu, sehingga kita bisa sampai dengan selamat. Untuk sampai Eco House ini tidak bisa berhenti depan pintu hostel dengan menggunakan mobil, karena depan rumahnya merupakan jalan sempit yang hanya cukup untuk dilalui 2 orang saja. Jadi, kita mesti jalan lagi untuk sampai depan rumah, tidak jauh kok, paling 5 meter saja.

Gang menuju Eco House: Rama 6, Petchaburi (klo tak salah) 21. Alamat ini bisa dilihat di plang berwarna biru. Dan pada dinding biru itu ada tulisan Eco 500 m berwarna oranye.

Saya sangat merekomendasikan tempat ini buat kalian yang butuh penginapan murah dan ngak neko-neko. Maksudnya ngak mengharapkan kualitas bintang 3 apalagi bintang 5. Buat saya yang cuma butuh tempat tidur dan kamar mandi bersih, ini dah cukup banget. Kasurnya memang tidak empuk banget, tapi ngak keras kayak kayu juga. Ada TV, ada shower, ada hairdryer, bahkan disediakan 2 handuk dan sabun serta samponya (meskipun ngak jelas mana yang sabun dan sampo, secara ngak ada tulisannya dan warnanya sama: ungu). Saya menginap selama 5 hari di sini dan hanya menghabiskan 1800 baht (Rp801.000, atau sekitar Rp160.200 per malam, jika ratenya Rp445), sementara di tempat lain paling murah per malamnya Rp200.000 lebih dengan fasilitas yang sama. Kalau yang seharga Rp150.000an, paling dapatnya dorm, bukan private room yang include private bathroom.

Dalam kamar tersedia TV, hairdryer, kopi, kaca, handuk, sampo, dan sabun.

Karena lupa foto pas baru datang, jadilah kasurnya berantakan gini setelah saya pakai tidur. Kasurnya cukup nyaman untuk tidur.

Minusnya, kalau menginap di sini, memang mesti punya kaki yang kuat jalan sih. Soalnya ke BTS terdekat (BTS Ratchathewi) itu mesti jalan sekitar 30 menit. Tapi klo kuat jalan, jadinya enak ke mana-mana, karena dekat dengan Soi 7 (area makanan muslim), Platinum Fashion Market, Pratunam Market, Big C, Central World, bahkan ke Siam Discovery tempatnya Madam Tussauds 😁 (semuanya itu kira-kira 20-60 menit jalan kaki). Oh, ya, biaya Grab Car dari bandara ke hostel = 290 baht, plus 50 baht jika lewat tol.      


HARI KEDUA (Kamis, 16 Agustus 2018)
Pukul 08.00 saya take off dari hostel menuju Soi 7 untuk cari sarapan, karena di Soi 7 ini terkenal dengan banyaknya penjual makanan halal. Sebenarnya, depan hostel itu ada yang jualan sarapan, kalau di Jakarta kayak warung-warung di depan rumah atau gang gitu, yang pakai meja seadanya (sebenarnya kurang tepat juga sih dibilang warung, soalnya cuma meja aja, udah gitu). Sarapannya ini bervariasi setiap harinya, dan halal karena yang punya muslim. Namun, karena ingin coba yang di Soi 7, jadi saya pending dulu makan di warung ini. 

Dari hostel ke Soi 7 saya memilih berjalan kaki. Lama perjalanan sekitar 30 menit. Masuk Soi 7 itu bayangan saya bakal berjubel penjaja makanan halal kayak di pasar-pasar gitu, tapi ternyata hanya beberapa saja yang buka, sisanya masih tutup. Mungkin sebagian baru buka siang hari kali ya (Namun, pas sabtu pagi saya balik ke sini, yang jualan tambah banyak. Mungkin klo sabtu kayak pasar Jumat gitu ya, yang tiba-tiba pada muncul).

Salah satu sudut jalan menuju Soi 7.

Masjid yang ada di Soi 7.

Setelah menyusuri sepanjang Soi 7, akhirnya saya memutuskan untuk makan di warung yang ada dekat tikungan. Awalnya bingung sih mau pesan apa, soalnya sepi aja isinya, hanya terlihat 2 jenis daging, dah itu aja, dan tidak ada daftar menu. Saya pun asal tunjuk-tunjuk saja. Saya menunjuk daging yang terlihat seperti ayam katsu, dan ternyata benar itu ayam, sedangkan satunya sapi. FYI, ibu penjualnya bisa bahasa melayu sedikit-sedikit, loh. 

Tanda panah merupaka lokasi tempat saya makan, foto ini diambil dari depan masjid yang ada di Soi 7.

Inilah penampakan warung tempat saya makan nasi bersantan ayam katsu yang nikmat itu. Cerobong dan meja di sampingnya saat itu tutup, tetapi saat Sabtu datang ke sini mereka buka bersamaan warung-warung lainnya.

Salah satu warung halal yang berada di dekat Soi 7. Jika ingin ke sini, saat berada di depan gang Soi 7, jangan masuk ke gang, tetapi jalan lurus. Karena warung ini tidak ada di dalam Soi 7, melainkan di depan jalan raya dekat Soi 7. Sepertinya warung ini buka sedikit siang. Karena saat lewat setelah sarapan di Soi 7, mereka terlihat baru bersiap-siap (atau baru saja habis ya? entahlah).

Pesanan saya pun dihidangkan: nasi bersantan dengan irisan ayam katsu di atasnya dan semangkuk kuah kaldu serta sambal Bangkok. Ini sumpah enak banget. Dari makanan-makanan yang saya coba selama di Bangkok, makanan ini juara banget. Mungkin karena sambalnya ya. Tapi sumpah bikin nagih. Harga seporsinya hanya 40 baht dengan air gratis yang bisa diambil sendiri (dah kayak warteg lah ini).

Nasi bersantan dengan ayam katsu, kaldu, dan sambal bangkok yang mantap kali.

Selesai sarapan yang nikmat dan sangat mengenyangkan, saya memulai petualangan hari kedua ini: Grand Palace, Wat Pho, Wat Arun, Asiatique, dan ditutup dengan menonton Calypso Show (pertunjukan para cowok yang sudah jadi cewek tulen). Dari Soi 7 menuju Grand Palace saya menggunakan Grab Car, dengan lama perjalan sekitar 30 menit dan biayanya 169 baht. Sebenarnya, ini jadi muter balik sih, karena posisi Grand Palace ada di belakang hostel. Tapi tak apalah, demi sesuap nasi yang sangat memuaskan 😋. 

Nah, pas pesan Grab Car ini, supirnya minta salah satu di antara kami duduk di depan, di samping supir. Ini karena dia Grab illegal jadi takut kena razia (setangkapanku begitu). Tau dari mana? Itu berkat layanan chat Grab yang bisa menerjemahkan, jadi tulisan Thailand si supir diterjemahin ke dalam bahasa Inggris/Indonesia sehingga kendala bahasa ngak terlalu merisaukan. Hidup teknologi! 

Grand Palace memang ikon Thailand banget ya. Soalnya sesampainya di sana, berjuta-juta (bahasa lebay-nya) turis tumpah ruah di sana. Rata-rata merupakan rombongan tur, yang satu grupnya bisa lebih dari 20 orang, dan di sana ada beberapa rombongan. Jadi, bisa dibayangkan betapa ramainya kan?

Padatnya pengunjung di Grand Palace.

Memasuki Grand Palace dan temple-temple yang ada di Bangkok haruslah menggunakan baju yang sopan, tidak terbuka. Banyak turis yang saya lihat memakai kain seperti dalam foto ini karena pakaian mereka yang terbuka. Dan kain ini beli, tidak diberikan gratis.
Tumpah ruah orang, yang umumnya adalah kelompok tur, di depan  area masuk dan tempat pembelian tiket (letaknya di dekat pohon dalam gambar).

Tiket masuk Grand Palace yang sudah termasuk tiket masuk ke Bangpain Palace.








Saking banyaknya orang, tempat sembahyang pun sampai dijaga petugas.

Harga tiket Grand Palace sebesar 500 baht, yang sudah termasuk tiket terusan ke Bangpain Palace (berlaku 7 hari setelah hari pembelian tiket). Grand Palace amatlah luas, dan kalau mau tahu sejarahnya, bisa pesan guide. Berhubung mesti irit, jadi ya cari tahunya pakai Mbah Google aja 😁. 
Setelah sekitar 2 jam menjelajah Grand Palace, saya memutuskan untuk menyudahinya dan berpindah ke tempat berikutnya: Wat Pho. Sebenarnya, sebelum masuk ke Wat Pho ingin makan siang dulu. Ada banyak warung dan resto di seberang Grand Palace dan Wat Pho. Namun, saya ragu dengan kehalalannya sehingga memutuskan tidak jadi makan di sana dan memilih membeli buah potong yang mahal T_T (satu botolnya 100 baht, emang banyak banget sih isinya, tapi ya ngak worth it sih). Saat seperti ini, saya sungguh beruntung pagi tadi makan nasi ayam katsu yang enak itu. Karena bikin kenyang seharian. Makan buah itu pun hanya buat ganjel aja karena sudah waktunya makan siang, serta tergiur dengan kesegarannya.

Dari pintu keluar Grand Palace tinggal berjalan kaki sekitar 15 menit untuk sampai di Wat Pho. Sebenarnya posisinya ada di samping persis Grand Palace, tetapi karena Grand Palace-nya luas banget, jadi mesti jalan rada jauh untuk ke Wat Pho. Untuk masuk ke Wat Pho mesti beli tiket seharga 100 baht.

Jalan panjang dari Grand Palace menuju Wat Pho. Dinding putih ini merupakan pagar pembatas Grand Palace.

Dinding putih yang amat panjang dan tinggi untuk melindungi Grand Palace.

Wat Pho ini juga tak kalah luasnya dari Grand Palace, tetapi asyiknya dia tidak sepenuh/seramai Grand Palace. Saya menghabiskan sekitar 2 jam di sini. Setelah itu, beranjak menuju Wat Arun.
Dari Wat Pho menuju Wat Arun saya menggunakan kapal. Kapal ini naiknya dari pelabuhan yang ada di pasar, persis di seberang Wat Pho. Telusuri saja jalan pasarnya, nanti akan terlihat toilet umum. Nah, pelabuhannya ada di samping toilet itu, naiki tangga dan lurus hingga ke ujung. Saya sarankan jangan sore-sore ke Wat Arun kalau mau naik kapal, karena sebagian besar orang mencari sunset di Wat Arun sehingga akan berjubel antrean menuju Wat Arun, kecuali kalau kalian memang mencari sunset ya, jadi bersiap saja antre panjang.

Atap Wat Pho yang diambil dari seberang Grand Palace.

Salah satu Budha yang ada di salah satu temple di Wat Pho.

Patung Budha tidur yang merupakan ikon dari Wat Pho.

Salah satu sudut di Wat Pho.
Banyak patung-patung keren yang bisa ditemukan di Wat Pho.






Bagian luar Wat Pho.
Tuk-tuk yang terkadang mangkal di dekat Grand Palace dan Wat Pho.

Tiket kapal ke Wat Arun cukup 4 baht saja, kalau pulang pergi jadi 8 baht, tapi tidak bisa sekaligus membeli PP, cuma bisa beli one way. Menyeberang dari pelabuhan ke Wat Arun tidaklah lama, mungkin sekitar 5 menit saja. Turun dari kapal sudah langsung depan Wat Arun. Harga tiket masuk Wat Arun adalah 50 baht.

Penampakan kapal yang membawa pengnjung ke Wat Arun.

Pelabuhan di samping Wat Arun.

Salah satu sudut di Wat Arun.

Kemegahan Wat Arun.

Buat kamu yang muslim dan gila belanja, saya punya info menarik. Untuk yang muslim, di dekat Wat Arun ternyata ada masjid: Tonson Mosque. Bisa banget kalau mau jalan kaki, sekitar 30 menit, dan itulah yang saya lakukan. Masjidnya ini terlihat terkunci dan tertutup, tapi masuk saja. Tidak apa kok. Karena yang muslim dikit kali ya, makanya lebih sering pintunya ditutup biar tidak kotor. Untuk yang suka belanja, terutama buat oleh-oleh, saya sarankan belilah di pasar samping Wat Arun. Ini harganya wow banget! Untuk barang yang sama, kalau di Chatuchak atau Pratunam (tempat belanja yang terkenal murah) seharga 100 baht, di sini bisa 30 baht saja! Gila kan? Yang lebih gila lagi, pedagangnya bisa bahasa Melayu/Indonesia! Fasih banget bahasanya, dah kayak belanja di pasar Tanah Abang dah!

Penampakan belakang dari jalan yang dilalui untuk menuju masjid.  

Penampakan depan dari jalan yang dilalui untuk menuju masjid.

Salah satu pemandangan yang akan ditemui saat berjalan menuju masjid: foto besar Raja.

Salah satu sudut dari Masjid Tonson.

Penampakan dalam bagian pria Mssjid Tonson.

Penampakan dalam bagian wanita Masjid Tonson.

Di depan masjid terdapat plang informasi tentang Masjid Tonson untuk turis.

Lokasi pasar ini benar-benar ada di samping Wat Arun, depan persis pintu masuk ke Wat Arun, tapi bukan yang dekat pelabuhan ya, melainkan di seberangnya. Kalau dari pelabuhan, jalan masuk cari tempat pembelian tiket. Nah di belakang tempat tiket ini ada kayak toko-toko gitu kan? Nah jalan lagi ke belakangnya menyusuri jalan. Nanti akan ada toilet umum, terus saja ke depan, baru deh terlihat toko-tokonya. Untuk magnet, 100 baht bisa dapat 6, sedangkan di Chatuchak cuma bisa dapat 5, bahkan ada yang dikasih 4. Sedangkan dompet isi 3/4 bisa dapat 30 baht. Gila, kan, murahnya? Awas kalap ya 😂.

Salah satu sudut di pasar Wat Arun.

Selesai belanja, destinasi selanjutnya adalah ke Asiatique. Sebenarnya, dari Wat Arun ada kapal turis yang bisa membawa ke Asiatique, tapi harganya cukup mahal, lebih dari 100 baht kalau tidak salah. Karenanya, saya memilih kembali ke pasar seberang Wat Pho tadi, lalu melanjutkan naik Grab Taksi ke Asiatique yang biayanya 160 baht dengan lama perjalanan sekitar 1 jam. FYI, kalau naik Grab Taksi, akan dikenakan charge 20 baht, jadi total biayanya adalah nominal di argo ditambah dengan 20 baht. Grab Taksi ini sama saja dengan naik taksi biasa. Cuma kalau naik Grab Taksi lebih aman sehingga tidak kena scam-scam karena perkiraan biayanya sudah bisa dilihat sebelum pesan, dan realnya memang dikisaran yang tercantum itu, serta ditambah 20 baht.

Asiatique …. Ini benar-benar tempat yang indah kala sore hari. Bisa makan di pinggir sungai sambil menikmati perubahan warna langit, apalagi klo sama orang tercinta, duh indahnya. Hahahha.

Asiatique, tempat menyenangkan untuk makan malam romantis. Kapan lagi bisa makan di tepi sungai ditemani desiran angin sore sambil menatap indahnya warna mentari yang sedang membenamkan diri.

Suasana di tepi sungai, di pelabuhan Asiatique.

Di sini ada juga wahana kincir angin rupanya.

Karena saya belum beli tiket pertunjukan Calypso, sesampainya di Asiatique langsung bergegas ke tempat pembelian tiket Calypso. Untungnya masih ada 4 kursi kosong untuk jam 19.30. Saya pun memilih kursi terdepan, karena khawatir tidak terlihat jika memilih yang ada di tengah-tengah. Dan keputusan ini sangatlah tepat! Dari posisi depan, meskipun di pojok, lebih asyik nontonnya karena posisi kita sangat dekat dengan para pemainnya, bahkan bisa dapat “oleh-oleh” cokelat dari pemainnya. Harga tiket Calypso adalah 1.200 baht. Mahal, sih, tapi puas. Buat yang tidak terbiasa, pasti akan merasa jengah karena di beberapa adegan mereka memakai pakaian terbuka (setara bikini) dan mereka bukan cewek asli, tapi di luar itu mereka memberikan pertunjukan yang luar biasa. Dan saat keluar pun, kita masih berkesempatan foto bareng mereka. Karena mereka langsung berjejer di pintu keluar untuk menyambut para penonton untuk mengucapkan terima kasih dan foto bersama. 

Salah satu Ladyboy yang sedang bergaya ala Rihana.

Para aktor dan aktris membawakan pertunjukan yang mengagumkan.

Hadiah coeklat dari aktor dan aktris Calypso. Inilah salah satu keuntungan bisa duduk di bangku depan. 

Di asiatique ini ada banyak ragam makanannya, mulai dari resto mahal sampai ala-ala kaki lima gitu, dan yang halal pun ada di sini (tapi saya nemunya bukan yang resto, melainkan yang ala-ala kaki lima). Selain itu, ternyata harga-harga beberapa barang lebih murah di sini daripada tempat lain. Misalnya, saya ingin membeli Nestea Thai Tea (yang katanya otentiknya Thai Tea) di sini sebungkus hanya 90 baht, sedangkan di MBK Center dan Chatuchak bisa 120 baht (kalau mau dapat murah mesti beli banyak dan pinter nawar). Dan saya jadi menyesal karena ngak beli di sini, karena saya pikir barang-barang di Asiatique itu mahal dan bisa dapat di bawah 90 baht klo beli di MBK or Chatuchak. Namun, kenyataan berbanding terbalik dengan harapan. Hiks. Berbekal dari beberapa pengalaman serupa juga, akhirnya saya berkesimpulan, kalau beli barang, ada yang suka langsung beli saja. Karena kalau berpikir di tempat lain bisa lebih murah, kemungkinannya kecil, yang ada tempat lain harganya akan sama saja bahkan bisa lebih mahal.

Ini tempat makan yang ala-ala kaki lima. Di sinilah saya menemukan makanan berlogo halal.

Mi goreng pho dan lupa namanya (sejenis omelet pake tepung gitu) di kedai yang berlogo halal. Harga masing-masing 100 baht.

Perhatikan gambar pada makanan baik-baik. Ternyata mereka jual sate buaya! Selain buaya, ada pula yang menjual grill ular. Wow!

Suasana di dalam ala-ala kaki lima. Mereka membuat konsep koboy, jadi meja dan bangku dibuat dari jerami.


HARI KETIGA (Jumat, 17 Agustus 2018)
Hari ini saya ingin mencicipi makanan dari warung depan guest house. Hari ini menunya roti sandwich dengan beragam isian seharga 20 baht dan ayam bumbu plus lalapan (ndak tau ini namanya apa) seharga 35 baht. Saya lalu membeli keduanya dan memakannya di Grab Taksi menuju Siam Discovery. 


Yups, hari ketiga ini saya akan menghabiskan waktu di sekitaran Siam saja: Siam Discovery untuk melihat patung lilin di Madam Tussauds, MBK Center yang katanya banyak jualan barang dan makanan murah, Bangkok Art Center yang masuknya gratis, dan Siam Square One beserta lainnya jika masih ada waktu dan kaki masih kuat. Sebenarnya ingin main juga ke rumahnya Jim Thompson, tapi karena sudah banyak keluar duit dan kaki juga sudah lelah, batallah rencana ke sana. 

Salah satu sudut di dalam Siam Discovery.

Sudut lainnya dari bagian dalam Siam Discovery.

Naik Grab Taksi dari hostel total biayanya 69 baht dengan lama perjalanan sekitar 15 menit. Setibanya di Siam Discovery, ternyata masih kepagian, yaitu sekitar pukul 09.30, padahal bukanya baru pukul 10. Ya udah deh, saya duduk-duduk cantik di bangku-bangku lucu yang ada di jembatan penghubung antara Siam Discovery, Bangkok Art Culture, MBK Center, Siam Square One, dan BTS Siam (jadi kalau naik BTS dan turun di Siam, keluar stasiun akan langsung terhubung dengan jembatan ini dan di samping stasiunnya persis adalah Bangkok Art Culture). Saat itu, suasananya masih lenggang banget. Namun, sekitar 15 menit sebelum waktunya buka, tiba-tiba mulai ramai oleh turis, terutama karena ada rombongan turis yang terdiri sekitar 20 orang.

Turis-turis yang sudah mulai memenuhi pintu masuk Siam Discovery.

Terdapat tempat duduk dan payung peneduh di area jembatan penghubung.

Bangkok Art Culture yang bisa ditempuh melalui jembatan penghubung.

Keramaian jalan di bawah jembatan penghubung.

Sudut lain Siam Discovery yang diambil dari jembatan penghubung.

Lukisan-lukisan cantik dan indah untuk memeriahkan suasan di jembatan penghubung, sehingga tidak terasa monoton dan membosankan.

Tepat pukul 10.00, pintu masuk mal dibuka. Karena tujuan utamanya adalah ke Madam Tussauds, jadi saya langsung menuju lantai 6 tanpa berniat melihat-lihat isi mal. Saat saya tiba, Madam Tussauds masih bisa dibilang sepi, hanya ada sekelompok rombongan tur (sepertinya yang tadi berkerumun di depan pintu masuk sebelum buka). Namun, mereka tidak ikut masuk antrean karena sudah diurus oleh leader tournya, sehingga saya bisa langsung menukar tiket karena tidak ada antrean. Saya membeli tiket Madam Tussauds dari Traveloka karena tidak punya cc (kalau beli di web resmi Madam Tussauds mesti bayar pakai cc), sedangkan pakai jasa lain saya khawatir kredibilitasnya, selain itu dapat diskon juga dari Traveloka. Tiket dari Traveloka berupa voucher yang dikirim lewat email. Voucher ini tidak perlu di print, cukup ditunjukkan saja pakai handphone ke kasirnya nanti mereka yang langsung proses.

Patung Soekarno menjadi salah satu pembuka saat kita memasuki Madam Tussauds.

Topi Gandhi beserta informasinya didisplay dengan sangat menarik sehingga pengunjung tidak akan bosan.

Koleksi foto-foto Princess Diana yang disusun dengan menarik dan disisipi informasi dibalik fotonya.

Usai menjelajah Madam Tussauds, saya melanjutkan ke MBK Center untuk makan siang. Tadinya mau makan di Siam Discovery atau Siam One, tapi karena tidak menemukan makanan yang berlogo halal, jadinya diputuskan langsung ke MBK Center saja. Karena di MBK saya tahu ada resto halal dan menyediakan tom yam, makanan khas Thailand. Resto ini namanya Yana Restaurant dan berada di lantai 5, persis di depan The Fifth Avenue. Selain ada makanan halal, di sini juga ada mushala, yang mana bagian pria dan wanitanya terpisah lantai. Yang wanita ada di lantai 5 sedangkan pria di lantai 6. Kalau bingung, saat masuk coba saja ambil map MBK. Biasanya ada di dekat eskalator atau minta ke bagian informasi.

Papan informasi mushala.

Tempat wudhu yang satu ruangan dengan tempat shalatnya. Biar airnya tidak ke mana-mana, jadi wudhunya sambil duduk (depan keran sudah ada kursinya).

Di dalam mushala sudah ada mukena dan sajadah. Jadi jika tidak bawa tidak perlu khawatir.

Setelah makan dan shalat, saya menyeberang ke Bangkok Art Culture, agar punya waktu banyak menjelajah Bangkok Art Culture sebelum balik ke MBK Center untuk menghabiskan malam dengan kulineran di pasar malamnya. Pasar malam ini baru buka pukul 18.00, tetapi saat saya keluar dari Bangkok Art Culture sekitar pukul 17.00, sudah terlihat keriuhan para penjaja makanannya. Pasar malam ini berada di depan pintu masuk MBK Center yang di dekat McD. Selain di sini, di seberang MBK juga ada pasar malam. Posisinya persis di depan MBK Center, samping pintu masuk mobil ke Siam Square One. Dari MBK Center bisa menggunakan jembatan penyeberangan (bukan jembatan penghubung). Di pasar malam yang ini lebih banyak jualan pakaian dan aksesori yang cocok buat oleh-oleh, sedangkan yang di MBK pasar malamnya khusus untuk makanan saja. Ada sih beberapa yang non makanan, tapi jumlahnya hanya 1-2 saja.

Salah satu seni yang dipamerkan di Bangkok Art Culture. Saya juga menemukan karya anak Indonesia dipajang di sini.

Karya-karya yang dipajang di pagar pembatas antar lantai.

Pasar malam di MBK Center, yang diambil dari depan pintu Bangkok Art Culture. Terlihat para penjajanya sedang bersiap-siap untuk membuka dagangannya.

Seporsi ini harganya 320 baht. Mahal memang, karena di kaki lima yang biasa ada yang 100 baht saja. Namun, duren yang ini jauh lebih manis daripada yang 100 baht. Menurut saya, worth it banget harga dan rasanya. Saya saja sampai nambah 2 kali meskipun mahal. 

Hanya deretan ini saja yang ada logo halalnya. Sisanya tidak ada. Di sini jual beragam makanan. Mulai dari mi pho hingga kepiting.

Jembatan penghubung yang diambil dari depan pintu Bangkok Art Culture.


HARI KEEMPAT (Sabtu, 18 Agustus 2018)
Ini adalah hari terakhir untuk jalan-jalan, karena besok pagi sudah berangkat ke bandara jadi tidak akan sempat untuk jalan-jalan lagi. Sebagai penutup, saya menghabiskan hari ini dengan shopping. Yups, mana lagi tempat terkenal untuk shopping selain Chatuchak Market dan Pratunam Market.

Hari terakhir ini rencananya mau beli makan di warung depan hostel saja. Eh, ternyata dia tidak buka. Dan sepertinya dia memang tidak buka saat weekend, karena esoknya juga tidak ada. Saya pun memutuskan untuk sarapan ke Soi 7, sekalian untuk mencicipi lagi nasi santan ayam kemarin. Sayangnya, sesampai di sana, ternyata menu hari itu berbeda, yaitu nasi briyani. Hiks. FYI, hari Sabtu ini banyak sekali warung-warung yang jualan, terutama di samping warung tempat saya makan itu. Mereka jual beragam makanan. Ada sate-satean, mi pho, dan lain sebagainya. Namun, karena perut sudah kenyang dengan nasi briyani, jadi tak sanggup untuk coba menu-menu baru itu 😔.

Nasi briyani dengan ayam dan kaldu serta sambal.
Tujuan pertama setelah sarapan adalah Chatuchak Market. Untuk ke sana, cukup naik BTS dari Ratchathewi ke Monchit. Kalau naiknya MRT, nanti turun di Chatuchak Park. Kedua stasiun ini berdekatan, dan keduanya akan melewati Taman Chatuchak. Kamu bisa belok dan berjalan melewati taman ini, atau lurus terus hingga melihat belokan ke pasar Chatuchak. Mudahnya, ikuti saja orang-orang yang berjalan. Karena sebagian besar mereka memang tujuannya ke Chatuchak. Tip buat kamu, kalau ke sini pada saat weekend, lebih baik pergi pagi-pagi, sekitar jam 10 tiba di stasiun. Karena kalau kesiangan, antrean akan mengular panjang untuk keluar dari stasiun. Itulah yang saya lihat saat kembali ke stasiun BTS untuk menuju pusat perbelajaan berikutnya: Pratunam Market.

Tangga menuju BTS Ratchathewi.

Peron BTS Ratchathewi.

Untungnya papan petunjuk sudah menggunakan bahasa latin, jadi bagi yang tidak bisa membaca aksara Thailand terselamatkan.

Papan harga tiket BTS. Harganya adalah yang tercantum di dalam lingkaran.

Taman Chatuchak. Ikuti saja jalur ini nanti akan sampai di Chatuchak Market.

Keramaian pengunjung di Chatuchak Market.

Untuk ke Pratunam Market, cukup naik BTS turun di Ratchathewi. Dari situ jalan kaki sekitar 30 menit. Jadi, kalau dari hostel saya, lama berjalan kaki sekitar 1 jam. Di sekitar Pratunam Market ini banyak mal yang bisa digunakan untuk shopping juga, beberapa yang terkenal adalah Platinum Fashion Mall (yang menurut saya, dan banyak juga yang sependapat, kalau ini sama saja dengan Pratunam Market, baik harga dan barang, bedanya cuma ada AC-nya jadi belanja lebih nyaman), Big C, dan Central World.

Gedung Big C (yang dilingkari) terlihat jelas dari depan Pratunam Market.
Spring roll isian udang yang kutemukan saat perjalanan pulang dari Pratunam menuju hostel. Ini enak banget!! 

Berhubung saya bukan penyuka belanja, jadilah kaki langsung berasa pegel dan sakit, sehingga terus-terusan minta istirahat. Saat sore tiba, kaki saya sudah tak sanggup lagi untuk berbelanja, sehingga saya tidak mencoba ke Big C maupun Central World dan memilih untuk kembali ke hostel untuk beristirahat serta packing. Beruntung juga sih tidak sampai malam jalan-jalannya, karena saat jalan pulang hujan turun dengan derasnya, dan tentunya jadi bisa menonton opening ceremony Asian Games. Rasanya gimana gitu nonton openingnya di negara orang. Hehehhe.


HARI KELIMA (Minggu, 19 Agustus 2018)
Seperti yang sudah dijelaskan, karena jadwal pesawatnya siang, jadi nanggung untuk ke mana-mana, sehingga diputuskan untuk langsung ke bandara saja dan menghabiskan waktu di sana. Dari Bangkok ke bandara sebenarnya ada bus. Namun, karena malas repot turun naik, jadilah pesan Grab Car saja dengan biaya 400 baht. Di bandara, ada resto halal, namanya Au We White Coffee. Letaknya ada di lantai teratas (klo ndak salah lantai 3, persis di atasnya lantai tempat check in) di perbatasan antara bagian keberangkatan internasional dan domestik. 

Au We White Coffee.

Suasana di Au We White Coffee.

Nasi dan Ayam Daun Basil klo tak salah nama menunya.


Itulah akhir pengalaman saya ke Bangkok. Semoga kisah ini bermanfaat bagi yang baru pertama kali mau ke Bangkok. Selamat jalan-jalan.

Info tambahan:
Bagi yang jalan-jalan di KL dan menggunakan maskapai Malaysia Airlines, Cathay Pacific Airways, dan Malindo Air, kamu bisa langsung check in dan menaruh bagasi di stasiun KL Sentral, tepatnya di depan tiket box kereta KLIA Ekspres. Syaratnya, kamu hanya perlu beli tiket kereta KLIA Ekspres. Untuk keamanan dan kenyamanan, paling telat check in adalah 2 jam sebelum jadwal penerbanganmu dan paling lama (kalau tidak salah) 8 jam sebelum jadwal penerbangan. Dengan fasilitas ini, kamu bisa menjelajah mal di KL Sentral tanpa perlu ribet bawa-bawa koper. Harga tiket keretanya sendiri adalah 55 RM sekali jalan, dan 100 RM return. Tiket berlaku hingga sebulan setelah pembelian.

Komentar

  1. Bosan Di Waktu Luang Kosong ? Nikmati Permainan Agen Judi Online Bolavita Terpercaya Di Indonesia.

    Tersedia :
    • Sabung Ayam
    • Taruhan Bola
    • Casino Live
    • Tembak Ikan
    • Slot Online
    • Tangkasnet
    • PokerVita

    Promo Spesial :
    • Bonus 100% Beruntun Win 8x, 9x, 10x
    • Bonus Deposit Pertama 10%
    • Bonus Deposit Harian 5%
    • Bonus Rollingan 0.8%
    • Bonus Referral 7% + 2%

    Daftar & Klaim Bonusnya Sekarang Juga !
    Hubungi Kontak Resmi Kami Dibawah ini (Online 24 Jam Setiap Hari) :

    » Nomor WhatsApp : 0812–2222–995
    » ID Telegram : @bolavitacc
    » ID Wechat : Bolavita
    » ID Line : cs_bolavita

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Trip Korea Selatan - Busan

United Kingdom, My Dream